Pada prinsipnya, setiap kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia adalah bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Jika kita mengetahui istilah penjualan secara umum, maka dalam ekonomi Islam hal tersebut dikenal dengan istilah ba’i. Jual beli dalam bahasa arab “al-bay’u” berarti saling menukar (pertukaran) atau pertukaran dari satu barang dengan yang lain. Hal ini merujuk pada Q.S. Yusuf[12]: 20 yang artinya, “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf” . Ada banyak bentuk jual beli yang terdapat dalam Islam. Salah satu yang umum diketahui adalah murabahah.
Murabahah termasuk Bai’ul Amanah
Akad murabahah termasuk dalam kategori jual beli amanah atau dalam bahasa arab disebut bai’ul amanah. Apa itu bai’ul amanah? Ia adalah jual beli dimana penjual dipercaya untuk menyebutkan harga belinya/harga modal dengan jujur. Bai’ul amanah terdiri dari tiga jenis yaitu bai’ul murabahah, bai’ul tauliyah dan bai’ul wadiah.
Bai’ul Murabahah
Pada bai’ul murabahah, penjual dipercaya untuk menyebutkan modal atas barang yang ia jual termasuk keuntungan yang hendak ia peroleh. Misalnya, Rosnita memiliki usaha kue. Ia akan menjual kue tersebut kepada Rohman. Ketika akan menjual kue tersebut, Rosnita akan menyebutkan modal ia ketika membuat kue beserta keuntungan yang ia dapatkan dari menjual kue tersebut.
Bai’ul Tauliyah
Pada bai’ul tauliyah, penjual akan menjualkan barangnya sesuai dengan harga modal ketika ia memperoleh barang tersebut. Misalnya, Rosnita yang memiliki usaha kue memerlukan modal sebesar Rp50.000 untuk membuat kue tersebut. Kemudian ia menjual ke Rohman juga dengan harga Rp50.000. Sehingga Rosnita mendapatkan kembali uang yang menjadi modalnya tanpa memperoleh keuntungan sepeserpun.
Bai’ul Wadiah
Pada bai’ul wadiah, penjual akan menjualkan barangnya dibawah harga modal ketika ia memperoleh barnag tersebut. Misalnya, Rosnita memiliki gadget yang sudah lama ia pakai. Kemudian ia akan menjualnya ke Rohman dengan harga yang lebih rendah. Gadget tersebut ia beli dengan harga 1juta kemudian dijual kepada Rohman dengan harga 800ribu. Maka dalam hal ini, Rosnita rugi sebesar 200ribu.
Pendapat Ulama terkait Jual Beli Amanah
Pada dasarnya sebagian besar ulama memperbolehkan jual beli amanah dengan tiga jenis tersebut. karena dalam transaksi tersebut terdapat keridhaan akan kedua belah pihak dan dapat saling menguntungkan karena masing-masing mengetahui modal dan keuntungan yang diperoleh.
Adapun ulama malikiyah tidak menyarankan jual beli amanah. Hal tersebut didasarkan karena umumnya manusia tidak menyukai bila harga modal dan keuntungannya diketahui. Oleh sebab itu, ulama malikiyah lebih menyarankan untuk menggunakan model transaksi ba’i al musawamah. Jual beli ini tidak menuntuk seorang penjual untuk memberitahukan harga modal dan keuntungan yang akan diperolehnya. Dalam jual beli ini juga umum terjadi adanya tawar menawar harga agar mencapai kesepakatan atas harga dan meraih keridhaan antar kedua belah pihak.
Penyempitan Makna Murabahah
Dewasa ini, akad murabahah mengalami penyempitan makna. Seringkali makna akad murabahah hanya sekedar jual beli dengan cara cicilan sebagaimana yang dipraktikan oleh lembaga keuangan syariah seperti Bank Syariah, BMT dan sebagainya. Padahal makna murabahah tidak sesempit itu. Intinya bila kamu menjual barang yang disertai dengan pengakuan akan modal dan keuntungan yang hendak diperoleh kemudian disepakati oleh pembeli maka kamu telah melakukan transaksi murabahah. Dengan kata lain, akad murabahah bisa terjadi jika transaksi penjualan dan pembelian memiliki margin keuntungan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam hal ini, pembeli berhak membatalkan keinginan untuk bertransaksi jika pada akhirnya biaya yang dikemukakan oleh penjual tidak sesuai dengan keinginan. Pembayaran barang dalam akad ini bisa dilakukan secara tunai atau kredit, sesuai kesepakatan sehingga tidak terbatas hanya pada cara cicilan.
Landasan Hukum Murabahah
Landasan utama adanya transaksi murabahah adalah berasal dari Q.S. Al-Baqarah[2] : 275, yang artinya “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Juga pada Q.S. An-Nisa[4] : 29 yang artinya, “hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu“